Hidayah Seperti Semut

Bismillah.


Tiada nikmat yang paling indah di dunia ini dibandingkan dengan hadirnya nikmat iman dan Islam dalam hati seorang insan. Iman itu bukan tentang apa yang kami ketahui saja, namun apa yang kami yakini, bicarakan dan kami lakukan. Keimanan tidaklah sempurna bila hanya tentang diri kami. Namun ia harus ditularkan kepada insan-insan lain. Hidayah itu seperti dakwah bagi satu insan dengan insan lainnya. Lantas yang menjadi bagian terpenting dari hal ini adalah bagaimana caranya kami melakukan suatu hal agar indahnya keimanan yang kami rasakan, dirasakan pula oleh mereka, orang-orang yang Allah belum bukakan pintu hatinya.

Bila mengenang masa lalu yang kelam, rasanya hati ini begitu pilu. Begitu banyak kesia-siaan yang diperbuat. Dosa dan maksiat kepada Allah pun tak luput dilakukan. Namun Allah kini menyadarkan, memberikan hidayah-Nya. Entah apa rencana Allah, namun yang bisa kami ambil hikmahnya adalah Allah ingin mengajarkan bahwa keburukan yang kami lakukan di masa lalu pasti akan kembali kepada diri kami sendiri. Selain itu, setiap keburukan pasti tidak akan ada manfaatnya. Kesenangan melakukan maksiat pun sifatnya hanya sementara, dan ia akan diikuti ketidaknyamanan bagi insan yang melakukan keburukan. Karena sungguh Allah akan meletakkan kegundahan bagi umat-Nya yang melakukan dosa.

Hidayah memiliki karakteristik yang cukup menarik. Karenanya tidak semua orang akan mendapat hidayah. Layaknya cerita Abu Thalib dan Salman Al-farisi. Mengapa Allah lebih memilih Salman daripada Abu Thalib untuk diberikan kenikmatan iman dan Islam. Padahal Abu Thalib adalah orang yang perjuangannya paling besar dalam membela nabi SAW dan orang yang paling dekat dengan beliau. Namun tahukah bahwa perjuangan Abu Thalib dalam membela Rasulullah SAW tidak lain karena sekedar fanatisme kesukuan. Sementara Salman Al farisi adalah orang yang tidak pernah mengenal Rasulullah SAW sama sekali, namun karena perjuangannya untuk mencari kebenaran, serta pengorbanannya meninggalkan segala sesuatu yang ia miliki inilah yang membuat Allah mencintai Salman dan memilih ia untuk berada pada barisan dakwah.

Hikmah yang bisa kami ambil dari kisah ini adalah betapa pun buruknya diri-diri kami dimasa lalu, Allah tetap memberikan hidayahnya untuk kami dan memilih kami dalam barisan ini. Semuanya bisa jadi berasal dari perbuatan kecil kami yang Allah senangi, bisa jadi pula dampak dari perjuangan kami untuk mengenal Allah, ataupun bisa jadi melalui doa orang tua dan doa-doa sahabat-sahabat kami. Karena hidayah tidak datang dengan sendirinya. Ibarat semut yang tidak akan datang ke sebuah tempat tanpa ada sesuatu yang menarik perhatian mereka layaknya gula dan makanan manis lain. Maka mereka yang cerdas dalam hidupnya adalah mereka yang senantiasa menyiapkan dan menghidangkan gula-gula kehidupan untuk memanggil semut-semut hidayah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jati Diri Mahasiswa

Aku dan Organisasiku

Tidak Ada Parsialisasi dalam Hukum Islam